Serbia (ANTARA) – Delapan pemimpin Kristen Ortodoks, pejabat dari agama lain, politisi, dan ribuan lainnya pada Minggu merayakan ulang tahun Dekrit Milan, yang menetapkan toleransi terhadap agama Kristen di Kekaisaran Romawi 1.700 tahun lalu.
Paus Fransiskus tidak hadir dalam liturgi di kota Nis, Serbia, ketidakhadirannya mencerminkan perpecahan berabad-abad antara dua denominasi Kristen utama, meskipun ada langkah menuju rekonsiliasi dan dialog. Sebaliknya, Gereja Katolik menandai ulang tahun yang sama pada misa yang dilayani di Nis bulan lalu oleh utusan kepausan Angelo Scola, Kardinal Milan.
Kota Nis, 200 km selatan Beograd, dipilih sebagai tempat perayaan karena kaisar Konstantinus Agung, yang menyatakan toleransi beragama, lahir di kota Romawi Naissus pada tahun 272.
Patriark Ekumenis Bartolomeus diapit oleh patriark Theophilos dari Yerusalem, Kiril dari Rusia, Irinej dari Serbia, dan rekan-rekan mereka dari Albania, Siprus, Polandia, Slovakia dan gereja-gereja Ortodoks kecil lainnya, ketika ia menyerukan dalam sebuah khotbah untuk kebebasan beragama dan rekonsiliasi yang lebih banyak.
“Banyak orang Kristen dianiaya akhir-akhir ini di Timur Tengah, di Suriah, Mesir, Irak dan Nigeria dan tempat-tempat lain, hanya karena firman Tuhan dan kesaksian Yesus,” katanya.
“Mereka menghargai semua orang dan dianiaya oleh semua … Mereka hidup dalam (iman) yang baik dan dianiaya sebagai penjahat,” kata Bartholomew. Dia menyerukan pembebasan Uskup Agung Ortodoks Suriah dan Ortodoks Yunani Yohanna Ibrahim dan Paul Yazigi, yang diculik pada bulan April selama pertempuran di kota Aleppo. Pemerintah Suriah menyalahkan kelompok pemberontak, yang menyangkalnya.
Perayaan di Nis menggarisbawahi hubungan erat antara Gereja Ortodoks Serbia dan mitranya dari Rusia yang jauh lebih besar. Rusia adalah sekutu tradisional Serbia, dan Kremlin telah mendukung penolakan Serbia untuk mengakui Kosovo, bekas provinsi selatannya yang dihuni terutama oleh etnis Albania, yang mendeklarasikan kemerdekaan pada 2008.
Sekitar 90 persen orang Serbia adalah Ortodoks, dan mereka menghargai Kosovo sebagai tempat lahirnya peradaban abad pertengahan mereka.
Serbia telah tertarik untuk tetap menjadi sekutu strategis Moskow di Balkan, tetapi juga ingin bergabung dengan Uni Eropa dan diperkirakan akan mengadakan pembicaraan keanggotaan pada Januari.